Jumat, Januari 24, 2025
BerandaDAERAHDirektorat KMA Kemendikbudristek Gelar TOT Fasilitator Pendamping Wana Budaya Di Desa Temenggung

Direktorat KMA Kemendikbudristek Gelar TOT Fasilitator Pendamping Wana Budaya Di Desa Temenggung

Direktur KMA Kemendikbudristek Sjamsul Hadi, Tim kerja saat Poto bersama dengan seluruh Fasilitator Pendamping Wana Budaya 

KABAR SAROLANGUN – Direktorat Jenderal Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI menggelar kegiatan Training of Trainer Fasilitator Pendamping Wana Budaya, di Desa Temenggung, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Senin (01/07/2024).

Wana Budaya tersebut merupakan Pemajuan Kebudayaan Berbasis Hutan Adat, untuk menjaga dan melestarikan adat istiadat, budaya, serta kawasan hutan adat.

Desa Temenggung merupakan salah satu desa di Provinsi Jambi yang telah mendapatkan surat keputusan penetapan hutan adat dengan nama Masyarakat Hutan Adat Dusun Mengkadai Desa Temenggung.

Sebanyak 29 Fasilitator Pendamping Wana Budaya dalam kegiatan tersebut, mereka dari perwakilan 29 Masyarakat Hutan Adat (MHA) yang berada di Provinsi Jambi, yang tersebar di 4 Kabupaten antara lain; Kabupaten Sarolangun sebanyak 7 MHA, Kabupaten Merangin 5 MHA, Kabupaten Bungo 5 MHA dan Kabupaten Bungo sebanyak 5 MHA.

Direktur KMA Kemendikbudristek RI, Sjamsul Hadi, S.H., Μ.Μ hadir langsung dalam kegiatan tersebut, beserta para trainer yang berpengalaman, Ketua Tim Kerja Wanabudaya: Dr. Julianus Limbeng, M.Si, Tim Eksotika Desa sebagai Pelatih/Trainer M. Panji Kusumah, Kabid Kebudayaan Disdikbud Sarolangun Hanibar, Kepala KPHP Limau Arbain, ST, Kades Temenggung Supriadi serta sejumlah pihak terkait.

Kegiatan TOT berlangsung yang diikuti seksama oleh fasilitator pendamping wana budaya 

Direktur KMA Kemendikbudristek Sjamsul Hadi mengatakan bahwa 29 Fasilitator Pendamping Wana Budaya merupakan Fasilitator dari Lembaga Perantara (Lemtara) yang telah mendampingi proses penetapan Hutan Adat di masing-masing wilayah.

Lembaga Perantara tersebut dalam program Wana Budaya ini menjadi mitra dari Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (Dit. KMA).

Lembaga-lembaga ini telah lama berkecimpung melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, antara lain lembaga tersebut adalah KKI Warsi, Wahana Mitra Mandiri, Capa dan Satu Nama.

” Dalam pelaksanaan program Wana Budaya di Provinsi Jambi, keempat lembaga ini telah bersepakat membentuk konsorsium bersama yang mereka beri nama Konsorsium “Siginjei” (Sinergisitas Untuk Negeri Jambi),”katanya.

Sjamsul Hadi juga menjelaskan bahwa kegiatan yang berlangsung selama lima hari ini dari tanggal 1-5 Juli 2024 ini, para peserta yang merupakan fasilitator pendamping akan dibekali dan dilatih oleh narasumber dan instruktur sebelum nantinya tinggal di desa dampingan untuk mengawal proses pemajuan kebudayaan berbasis hutan adat.

” Ini menjadi upaya dan langkah awal dalam pelaksanaan program Wana Budaya. Desain program Wana Budaya yang akan dilaksanakan berupa Pemilihan dan Pembekalan Wirawana, Temu kenali ekosistem kebudayaan berbasis hutan adat, Publikasi hasil temu kenali, kurasi budaya unggulan dan penentuan tema pengembangan kebudayaan, Pemanfaatan kebudayaan berupa panen budaya Wirawana di Kenduri Swarnabhumi 2024,” katanya.

Selain itu, Ia menyebutkan Wana Budaya dapat dipahami sebagai suatu upaya pemajuan ekosistem kebudayaan berbasis hutan adat yang dijalankan berlandaskan nilai kearifan lokal demi kehidupan yang berkelanjutan.

Wana Budaya digagas dalam rangka menjawab berbagai macam problematika yang dihadapi oleh masyarakat adat, mulai dari ancaman kerusakan alam yang diakibatkan oleh pembangunan yang hanya berorientasi pada peningkatan ekonomi semata, lunturnya pranata adat, hingga yang utama-semakin berkurangnya pengetahuan serta kepedulian generasi penerus tentang fungsi hutan bagi kehidupan.

Oleh karena itu, dalam rangka menguatkan ketangguhan masyarakat adat guna menghadapi persoalan tersebut sekaligus menjawab kebutuhan untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang selaras dengan prinsip pembangunan kehidupan berkelanjutan, maka diketengahkanlah program yang dapat memberdayakan masyarakat adat, lingkungan hutan dan objek pemajuan kebudayaan ini.

Salah satu tarian budaya asal desa temenggung yang perlu dilestarikan hingga ke generasi muda

Disebutkannya, pihaknya memilih Provinsi Jambi sebagai pilot project dari wana budaya ini selain karena sebagai daerah yang mendapat penetapan hutan adat paling banyak titik lokasinya dari data KLHK, hutan hujan tropis provinsi ini juga, sebagaimana disebutkan oleh Musadat, termasuk wilayah yang menyimpan keanekaragaman hayati paling kaya sekaligus paling terancam di dunia akibat laju pembukaan lahan guna komoditas pertanian, terutama kelapa sawit (Musadat, 2015: 137).

Laporan dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi bahkan menyebutkan bahwa Jambi telah kehilangan sekitar 2,5 juta hektare tutupan hutannya dalam waktu 50 tahun terakhir.

” Hal tersebut diakibatkan oleh pengalihfungsian kawasan hutan menjadi lokasi penggunaan lain, di antaranya untuk perkebunan sawit,” katanya.

Oleh karena itu, dibutuhkan upaya lebih serius dalam pengelolaan hutan adat di provinsi tersebut secara kolaboratif dan berkelanjutan disebabkan besarnya tantangan yang ada. Untuk itulah, Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat bergerak menyambut baik penetapan hutan adat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini dengan meluncurkan Wana Budaya yang akan dilangsungkan secara kolaboratif bersama dengan para wirawana, masyarakat adat dan seluruh pihak terkait.

” Wirawana adalah kolaborator Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat di garis terdepan yang diangkat dari barisan masyarakat adat,” katanya.

Kegiatan wana budaya berlangsung

Sementara itu, Kades Temenggung Supriadi mengucapkan terimakasih kepada direktorat KMA Kemendikbudristek yang telah menjadikan Desa Temenggung sebagai tempat pelatihan, mudah-mudahan dengan pelatihan ini sebagai masyarakat Temenggung bisa membangkitkan kembali budaya Temenggung yang sudah lama ditinggalkan.

” Tentu ini untuk memajukan dan menggali potensi adat dan budaya yang telah lama hilang, maka dengan kegiatan ini masyarakat kembali dan semangat untuk melestarikan adat budaya serta juga menjaga kawasan hutan adat,” katanya.

” Di Desa Temenggung, budaya  ini seperti tarian singgam pari, pisang kaya, imam bekaki, itu kita gali karena asal usulnya dari desa temenggung ini dan tentunya terkait pengrusakan kawasan hutan adat tentu kita ada pengurus hutan adat akan memberikan sanksi bersama lembaga adat,” kata dia menambahkan.

Disisi lain, Ketua Tim Kerja Wanabudaya Dr. Julianus Limbeng, M.Si., Pamong Budaya Ahli Madya “Training of Trainer ini mengatakan bahwa ini langkah awal yang krusial dalam memastikan bahwa para fasilitator pendamping memiliki bekal yang cukup untuk mendampingi masyarakat adat dalam mengelola hutan mereka secara berkelanjutan.

” Kami berkomitmen untuk terus mendukung upaya pemajuan kebudayaan berbasis hutan adat ini,” katanya.

Tim Eksotika Desa sebagai Pelatih/Trainer M. Panji Kusumah juga menegaskan melalui pelatihan ini, pihaknya berharap dapat menularkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melestarikan budaya dan mengelola hutan adat secara efektif.

” Ini adalah kesempatan untuk memperkuat kapasitas masyarakat adat dalam menjaga dan memanfaatkan hutan mereka,” katanya.

Sementara itu, salah seorang peserta pelatihan mengatakan bahwa denhan kegiatan pelatihan telah memberikan wawasan baru bagi mereka untuk bagaimana menerapkan pengetahuan yang telah didapatkan dalam berupaya melestarikan hutan adat di wilayah masing-masing nantinya.

” Pelatihan ini memberikan kami wawasan baru dan semangat untuk terus melestarikan hutan adat. Kami siap menerapkan apa yang telah kami pelajari untuk kesejahteraan masyarakat kami dan kelestarian lingkungan,” katanya.

Penulis : A.R Wahid Harahap

- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

BERITA TERBARU