
KABAR SAROLANGUN – Dalam kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas pengelola kepegawaian Dilingkungan Pemerintah Kabupaten Sarolangun Tahun 2024, yang diselenggarakan BKPSDM Sarolangun, Kepala Kantor Regional (Kakanreng) VII BKN Palembang Drs Margi Prayitno, M.A menyampaikan sejumlah catatan penting untuk dapat ditindaklanjuti serta di respon dalam peningkatan pengelolaan kepegawaian.
Hal itu dikatakan Kakanreg VII BKN Palembang Margi Prayitno saat menyampaikan sambutan sekaligus materi pelatihan bagi para Pejabat Administrator dan Jajaran BKPSDM Kabupaten Sarolangun serta Para Pengelola Kepegawaian di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sarolangun, Rabu (17/07/2024) di Shang Ratu Hotel, Kota Jambi.
Dalam kegiatan itu, hadir langsung Plh Sekda Sarolangun Ir Dedy Hendry, M.Si, Kepala BKPSDM Sarolangun Linda Novita Herawati, SH, MH, Kabid Pengembangan dan Supervisi Kepegawaian Prima Sepriza, SH., MM, Analis Sumber Daya Manusia Aparatur Walter M. Simarmata, S.IP., M.M, Widyaiswara Drs Yahman, M.Si.
Selain itu hadir juga Sekretaris BKPSDM Sarolangun Akhyar Mubarrok, S.Ag, M.Ap, Kabid Pengembangan Kompetensi Aparatur Arif Sulistiyono, SE, Kabid MPP Kaprawi BM, dan para peserta kegiatan.
Dikatakan Margi Prayitno, bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Manajemen ASN telah dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023. Undang-Undang ini lahir untuk merespon perubahan yang begitu cepat, kemajuan teknologi yang begitu pesat, tuntutan masyarakat atas pelayanan publik yang semakin meningkat, termasuk tuntutan penyelesaian masalah tenaga honorer, serta peluang dan tantangan yang dihadapi untuk dapat bersaing dengan bangsa lain di dunia.
” Secara substansi, UU ini menjadi dasar untuk melakukan percepatan transformasi Manajemen ASN dalam mewujudkan birokrasi Indonesia yang profesional dan berkelas dunia. ASN didorong untuk memiliki digital mindset dalam menjalankan transformasi birokrasi dan Manajemen ASN,” katanya.
Secara teknis, pokok-pokok pengaturan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini antara lain :
1. Penguatan pengawasan Sistem Merit;
2. Penetapan kebutuhan PNS dan PPPK:
3. Kesejahteraan PNS dan PPPK;
4. Penataan tenaga honorer; dan
5. Digitalisasi Manajemen ASN termasuk didalamnya transformasi komponen Manajemen ASN.

Selain itu, dipaparkannya ada beberapa catatan penting yang ingin harus disampaikan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 ini. Mudah-mudahan jajaran birokrasi di Kabupaten Sarolangun dapat segera merespon dan mempersiapkan diri dalam era baru transformasi Manajemen ASN ini, terutama bagi ASN yang membidangi pengelolaan kepegawaian di Kabupaten Sarolangun ini.
Catatan tersebut, yakni (1) Core manajemen ASN dalam UU ini adalah kinerja, yang digunakan basis pembangunan talent pool. UU ini mewajibkan Seluruh instansi untuk membangun talent pool, dengan membentuk komite talenta dan komite suksesi. Komite talenta bertugas melakukan kalibrasi atas penilaian kinerja yang dilakukan atasan langsung dari ASN. Jadi di daerah, Sekda akan menjadi Ketua Komite Talenta dan Kepala Daerah menjadi Ketua Komite Suksesi.
(2), UU ASN 2023 tidak lagi mengatur seleksi terbuka ASN dan Komisi ASN. Sehingga semua instansi harus membangun talent pool. Kalau tidak ada talent pool, maka instansi tidak dapat mengisi jabatan. Jika jumlah talenta kurang, dapat mengundang talenta di instansi lain. Desain, baik dari segi regulasi dan penerapannya wajib untuk dipahami setiap pengelola kepegawaian, terutama pengelola kepegawaian masing-masing unit kerja di Kabupaten Sarolangun ini.
(3) terkait dengan penyederhanaan Jabatan ASN. Saat ini dan sebelumnya, terdapat perbedaan karakter yang kurang jelas antara jabatan manajerial dan nonmanajerial sehingga membuat penerapannya menjadikurang tepat. Misalnya Kepala Rumah sakit disebut JF dengan tugas tambahan. Dalam UU ini, Jabatan ASN disederhanakan menjadi Jabatan Manajerial dan Non Manajerial Jabatan Manajerial antara lain JPT, Administrator, dan Pengawas, Sedangkan Jabatan Nonmanajerial Jabatan Pelaksana dan JF.
” Untuk ini, setiap pengelola kepegawaian pada masing-masing unit kerja, bersama sama dengan Biro/ Bagian Organisasi dan BKPSDM harus mampu melakukan reviu dan tata ulang kembali dokumen dokumen yang menjadi prasyarat pengelolaan kepegawaian seperti, Anjab, ABK, Peta Jabatan, Evaluasi Jabatan, sampai dokumen Standar Kompetensi Jabatan,” katanya.
Kemudian (4) Terkait dengan formasi. Saat ini dan sebelumnya Instansi pemerintah tidak fleksibel dalam mengalokasikan sumber dayanya untuk disesuaikan dengan perubahan strategi organisasi, karena setiap ada perubahan formasi pada jenis jabatan tertentu, harus seijin Menteri, dalam hal ini Kementerian PAN-RB.
Dalam UU ini, ditentukan bahwa Menteri hanya menetapkan kebutuhan pegawai secara nasional sesuai anggaran yang tersedia, dan tidak lagi secara rigid mengatur jenis jabatan dan jumlah formasi pada masing-masing Instansi. Instansi diberikan fleksibilitas dalam menentukan formasi masing-masing jabatan sesuai kebutuhannya, mengacu pada anggaran yang disediakan.
” Untuk ini, tentunya peran pengelola kepegawaian pada masing-masing unit kerja menjadi penting dan strategis, terutama dalam menentukan jabatan jabatan kunci pada msaing-masing unit kerja. Pengetahuan dan pemahaman Anjab yang selaras dengan tujuan instansi menjadi syarat mutlak,” katanya.
(5) terkait dengan pengembangan kompetensi. Situasi saat ini. ASN kurang didorong untuk melakukan pengembangan kompetensi. Pengembangan kompetensi berjalan lambat dan ASN cenderung terjebak di zona nyaman. Dalam UU ini, Pengembangan kompetensi dijadikan menjadi kewajiban bagi ASN. Pembelajaran dilakukan secara terus menerus agar tetap relevan dengan tuntutan organisasi.
(6) terkait dengan kinerja ASN. Saat ini penilaian kinerja pegawai tidak mencerminkan capaian kinerja organisasi. Pegawai kurang didorong untuk meningkatkan kinerja dari waktu ke waktu, dan konsekuensi kinerja terhadap sistem kompensasi pegawai juga tidak terbentuk.
Dalam UU ini, Pengelolaan kinerja dilaksanakan untuk pencapaian tujuan organisasi, karena itu penilaian kinerja pegawai dikaitkan dengan kinerja organisasinya. Tidak berfokus pada penilaian melainkan pada peningkatan kinerja (klarifikasi ekspektasi dan mekanisme on going feedback melalui dialog kinerja). Penilaian kinerja menjadi dasar pemberian penghargaan dan pengakuan, serta pengembangan talenta dan karir.
(7) Terkait dengan isu Disiplin ASN, terutama tentang Netralitas ASN. Ini juga menjadi tema sosialisasi kita pada hari ini. Data Bawaslu Tahun 2022 mencatat bahwa pelanggaran netralitas ASN banyak dilakukan oleh pelaksana sebanyak 195 ASN.
Urutan kedua yang melakukan pelanggaran sebanyak 70 orang yang dilakukan oleh Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama. Peringkat ketiga dilakukan oleh 39 orang jabatan administrator, dan terakhir pelanggaran yang dilakukan oleh jabatan pengawas sebanyak 43 orang.
” Sedangkan jabatan fungsional yang banyak melakukan pelanggaran netralitas ASN dilakukan oleh guru, kepala sekolah dan dosen sebanyak 79 orang dan 22 orang. Terakhir pelanggaran dilakukan 5 orang oleh dokter. Kesadaran yang kuat dari setiap ASN tentang pentingnya perilaku netralitas diharapakan menjadi bekal untuk menghindari perilaku dan pelanggaran tersebut,” katanya.
Penulis : A.R Wahid Harahalp